Artikel Hadits  Kembali

Mendamaikan Yang Berselisih
Oleh : Ustadz Muslih Rasyid

عن أمِّ كُلْثُوم بنت عُقْبَة بن أَبي مُعَيط رضي الله عنها، قَالَتْ: سمِعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ((لَيْسَ الكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيرًا، أَوْ يقُولُ خَيْرًا)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وفي رواية مسلم زيادة، قَالَتْ: وَلَمْ أسْمَعْهُ يُرْخِّصُ في شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُهُ النَّاسُ إلا في ثَلاثٍ، تَعْنِي: الحَرْبَ، وَالإِصْلاَحَ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَدِيثَ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَحَدِيثَ المَرْأةِ زَوْجَهَا.

Dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'aith, katanya: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: "Bukanlah seorang pendusta orang yang berusaha mengislahkan (mendamaikan) antara seseorang dengan yang lain sehingga tumbuh kebaikan atau ia jadi berkata baik." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan tambahannya demikian: Ummu Kultsum berkata: "Saya tidak pernah mendengar dari Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wassalam  tentang dibolehkannya berdusta  daripada ucapan-ucapan yang diucapkan oleh para manusia itu, melainkan dalam tiga hal yaitu perihal peperangan, mendamaikan orang yang sedang berselisih dan perkataan seseorang suami kepada isterinya serta perkataan isteri kepada suaminya - yang akan membawa kebaikan rumah-tangga dan lain-lain."

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

  1. Asalnya memang berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar.
  2. Adakah bohong yang dibolehkan? Dusta dan bohong tetap haram.
  3. Intinya, dusta tetaplah suatu perkara yang diharamkan. Bohong atau dusta hanyalah diringankan pada suatu perkara yang dianggap punya maslahat yang besar yaitu yang disebutkan dalam hadits di atas. Dalam suatu kondisi berdusta malah bisa diwajibkan untuk menghindarkan diri dari kehancuran atau kebinasaan seseorang. (Lihat Nuzhatul Muttaqin karya Syaikh Prof Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134).
  4. Tawriyah, permainan kata Namun apakah dusta yang dimaksudkan adalah dusta yang tegas ataukah cuma permainan kata-kata saja (disebut: tawriyah). Yang dimaksud tawriyah adalah menampakkan pada yang diajak bicara tidak sesuai kenyataan, namun dari satu sisi pernyataan yang diungkap itu benar.
    Misalnya, ada yang mengatakan demi mendamaikan yang berselisih, “Si Ahmad (yang sebenarnya mencacimu) itu benar-benar memujimu.” Maksud pujian ini adalah pujian umum, bukan tertentu karena setiap muslim pasti memberikan pujian pada lainnya.
    Misalnya yang lain, karena perselisihan demi mendamaikan, si pendamai berkata, “Si fulan yang penuh dendam padamu itu selalu mendoakanmu.” Mendengar seperti itu, tentu akan reda pertikaian yang ada. Karena memang setiap muslim itu akan mendoakan yang lainnya dalam doa termasuk dalam shalatnya. Seperti saat tasyahud pada bacaan “assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin” (salam untuk kita dan hamba Allah yang shalih). Yang dimaksud di sini adalah doa bagi setiap muslim. Jadi seakan-akan perkataannya tadi menunjukkan dusta, namun dari satu sisi benar karena ia pun mendoakan kaum muslimin secara umum dalam shalat.
  5. Namun yang ingin menyelesaikan atau mendamaikan perselisihan hendaklah menjauhkan diri dari dusta. Kalau terpaksa, maka hendaklah yang dilakukan bentuknya adalah tawriyah. Tawriyah itu dibolehkan jika ada maslahat.
  6. Tawriyah pada Pasangan Suami Istri. Sedangkan contoh perkataan dusta atau bohong pada istri yang dibolehkan itu seperti apa? Bentuknya juga adalah tawriyah, yaitu mengatakan sesuatu yang nampak menyelisihi kenyataan namun satu sisi ada makna benarnya. Contoh misalnya yang dikatakan oleh suami pada istrinya, “Engkau adalah manusia yang paling aku cintai.” Ini tujuannya untuk mengikat cinta dan kasih sayang antara sesama pasangan. Akan tetapi hendaklah tidak diperbanyak bentuk tawriyah di antara suami istri. Jika sampai apa yang diucap menyelisihi realita dan terungkap, maka yang muncul di antara pasangan adalah saling benci dan bermusuhan.
    Penjelasan terakhir di atas, penulis nukil dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin, juz ke-3

Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :

  1. Perkataan anak Adam memudaratkan dirinya, tidak memberikan manfaat bagi dirinya, kecuali perintah shadaqah, atau menganjurkan kebajikan, atau melarang perbuatan mungkar' atau mengadakan perdamaian di antara manusia.
    لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْواهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً 
    Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf. atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.(An Nisa :114)
  2. Bertakwalah kalian kepada Allah dalam semua urusan kalian, dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, janganlah kalian saling aniaya, saling bertengkar, dan saling perang mulut. Karena hidayah dan ilmu yang telah diberikan oleh Allah kepada kalian jauh lebih baik daripada apa yang kalian persengketakan itu.
    فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
    "Maka bertaqwalah engkau semua kepada Allah dan damaikanlah antara sesamamu sendiri." (Al-Anfal: 1).


Sumber : ONE DAY ONE HADITS  alhadist.com