Artikel Hadits  Kembali

Hukum Menyalatkan Jenazah yang tidak Pernah Shalat
Oleh : Ustadz Muslih Rasyid

عن جابر قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول:إنَّ بيْنَ الرَّجُلِ وبيْنَ الشِّرْكِ والْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاةِ. رواه مسلم.

Dari Jabir berkata, aku mendengar Nabi shalallahu 'alaihi wassalam bersabda:  “Di antara pembatas antara kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kaum muslimin dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir.” (HR. Ahmad dan ahlus sunan dengan sanad yang shahih dari hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu)

Pelajaran yang terdapat didalam hadist :

  1. Kewajiban bagi sesama muslim apabila ada saudaranya yang meninggal dunia ialah melakukan pemulasaraan terhadap jenazah. Pemulasaraan di sini meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkan. Tidak akan timbul masalah jika jenazah merupakan seorang muslim yang taat. Persoalan akan muncul apabila ternyata selama masa hidupnya, jenazah merupakan seorang muslim yang tidak taat. Salah satu indikasinya ialah dia tidak pernah terlihat melaksanakan shalat.
  2. ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqili –seorang tabi’in yang terkemuka-, pernah mengatakan, “Dulu para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat". Hadits dan atsar yang menjelaskan seperti ini sangatlah banyak sekali.
  3. Penjelasan di atas adalah untuk orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan dan ia tetap tidak mengingkari wajibnya shalat. Sedangkan jika seseorang meninggalkan shalat karena mengingkari wajibnya, maka ia kafir dan murtad (keluar dari Islam) menurut mayoritas ulama.
  4. Patut dipahami terlebih dahulu bahwa para ulama mengklasifikasikan orang yang meninggalkan shalat dalam dua macam. Pertama, orang yang meninggalkan shalat karena memang mengingkari kewajiban shalat. Ia mengerti bahwa syariat mewajibkan shalat bagi umat Islam, tapi ia tidak mempercayai dan mengingkari kewajiban itu. Dalam hal ini ia dihukumi keluar dari agama Islam atau murtad. Sebab setiap orang yang mengingkari terhadap kewajiban yang telah disepakati oleh para ulama (mujma’ alaih) maka dihukumi murtad. Kedua, orang yang meninggalkan shalat tanpa ada maksud mengingkari kewajiban shalat. Orang dengan klasifikasi kedua ini tidak sampai dihukumi murtad, sebab ia masih mempercayai bahwa melaksanakan shalat adalah hal yang wajib, meskipun ia tidak melakukannya karena malas atau terdapat udzur (seperti lupa atau tertidur). Menurut pendapat yang shahih, ia tak sampai jatuh pada status murtad atau kafir. Meski begitu, ia tetap berkewajiban mengqadha shalatnya (lihat: (Syekh Khatib asy-Syirbini, al-Iqna’, Juz 1, Hal. 195).
  5. Dari dua macam orang yang meninggalkan shalat di atas, orang yang masuk dalam kategori pertama yakni orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban shalat, ketika ia meninggal tidak boleh untuk dishalati, sebab ia dihukumi sebagai murtad karena mengingkari kewajiban shalat. Sedangkan kategori kedua, tetap wajib untuk dishalatkan, seperti halnya mayit muslim lainnya, karena ia masih berstatus sebagai orang muslim. Meskipun seseorang meninggalkan shalat berulang-ulang karena faktor malas, tetap saja wajib bagi umat Islam yang mengetahui kematiannya untuk menshalati jenazahnya. Hal ini ditegaskan dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:
    أنه إذا قتل يغسل ويكفن ويصلى عليه ويدفن في مقابر المسلمين، إن كان تركها كسلا
    “Ketika orang yang meninggalkan shalat terbunuh maka wajib dimandikan, dikafani, dishalati dan dikubur di kuburan orang-orang muslim, ketika memang ia meninggalkan shalat karena malas” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha’, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin, juz 1, hal. 30)
  6. Maka sebaiknya bagi kita sebelum memutuskan untuk menshalati atau tidak menshalati mayit, agar mengerti terlebih dahulu tentang faktor yang mendasari seseorang semasa hidupnya meninggalkan shalat, apakah ia tidak melakukan shalat karena mengingkari terhadap kewajiban shalat atau hanya karena malas untuk melakukan shalat. Hal ini misalnya dapat diketahui dari latar belakang kepribadian, keluarga, dan lingkungannya. Dalam kasus di Indonesia, seseorang tidak melaksanakan shalat lebih banyak karena faktor malas atau terhalang kesibukan sehari-hari, daripada pengingkaran terang-terangan atas syariat shalat. Jika memang demikian, maka tetap wajib untuk menshalati jenazahnya. Kecuali bila memang seseorang terindikasi mengikuti ajaran atau aliran yang menyeleweng, sampai menganggap shalat tidak wajib, terlebih ketika ia mengungkapkan ke khalayak umum tentang keyakinannya tersebut, maka dalam hal ini sudah tidak wajib lagi menshalati janazahnya.

Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :

  1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Rasul-Nya agar berlepas diri dari orang-orang munafik, jangan menyalatkan jenazah seorang pun dari mereka yang mati, dan janganlah berdiri di kuburnya untuk memohonkan ampun baginya atau berdoa untuknya; karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam kekafirannya.
    وَلاتُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
    Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik. (At-taubah:84)
  2. Tidak benar bahwa menshalati jenazah orang yang semasa hidupnya Malas shalat (kadang shalat kadang tidak), akan berimbas pada penanggungan dosa mayit tersebut pada orang-orang yang menshalatinya. Yang terjadi justru bisa sebaliknya: masyarakat secara keseluruhan berdosa karena tak menshalati jenazah yang seharusnya dishalati. Mengingat, shalat jenazah adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif).
    Allah subhanahu wata'ala berfirman:
    وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
    “Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain." (QS al-An'am:164).


Sumber : ONE DAY ONE HADITS  alhadist.com