1 |
3424 |
Telah bercerita kepada kami Musa bin Isma'il telah bercerita kepada kami Abu
'Awanah dari Hushain dari 'Amru bin Maimun berkata; Aku melihat 'Umar bin Al Khaththab
radliallahu 'anhu di Madinah beberapa hari sebelum dia ditikam. Ia berdiri di hadapan
Hudzaifah bin Al Yaman dan 'Utsman bin Hunaif. 'Umar bertanya; "Bagaimana yang kalian
berdua kerjakan?. Apakah kalian berdua khawatir membebani penduduk Sawad (yang
mereka terkena pajak) dengan sesuatu yang melebihi kemampuannya?. Keduanya
menjawab; "Kami membebaninya dengan kebijakan yang sesuai kemampuannya, tidak ada
kelebihan beban yang besar". 'Umar berkata; "Jika Allah Subhaanahu wa Ta'ala
menyelamatkan aku, tentu akan kubiarkan janda-janda penduduk 'Iraq tidak membutuhkabn
seorang laki-laki setelah aku untuk selama-lamanya". Perawi berkata; "Setelah pembicaraan
itu, 'Umar tidak melewati hari-hari kecuali hanya sampai hari ke empat semenjak dia terkena
mushibah (tikaman). Perawi ('Amru) berkata; "Aku berdiri dan tidak ada seorangpun antara
aku dan dia kecuali 'Abdullah bin 'Abbas pada Shubuh hari saat 'Umar terkena mushibah.
Shubuh itu, 'Umar hendak memimpin shalat dengan melewati barisan shaf lalu berkata;
"Luruskanlah shaf". Ketika dia sudah tidak melihat lagi pada jama'ah ada celah-celah dalam
barisan shaf tersebut, maka 'Umar maju lalu bertakbir. Sepertinya dia membaca surat Yusuf
atau an-Nahl atau seperti surat itu pada raka'at pertama hingga memungkinkan semua
orang bergabung dalam shalat. Ketika aku tidak mendengar sesuatu darinya kecuali ucapan
takbir tiba-tiba terdengar dia berteriak; "Ada orang yang membunuhku, atau katanya;
"seekor anjing telah menerkamku", rupanya ada seseorang yang menikamnya dengan
sebilah pisau bermata dua. Penikam itu tidaklah melewati orang-orang di sebelah kanan
atau kirinya melainkan dia menikamnya pula hingga dia telah menikam sebanyak tiga belas
orang yang mengakibatkan tujuh orang diantaranya meninggal dunia. Ketika seseorang dari
kaum muslimin melihat kejadian itu, dia melemparkan baju mantelnya dan tepat mengenai
si pembunuh itu. Dan ketika dia menyadari bahwa dia musti tertangkap (tak lagi bisa
menghindar), dia bunuh diri. 'Umar me megang tangan 'Abdur Rahman bin 'Auf lalu
menariknya ke depan. Siapa saja orang yang berada dekat dengan 'Umar pasti dapat melihat
apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang berada di sudut-sudut masjid, mereka tidak
mengetahui peristiwa yang terjadi, selain hanya tidak mendengar suara 'Umar. Mereka
berkata; "Subhaanalah, Subhaanalah (maha suci Allah) ". Maka 'Abdur Rahman melanjutkan
shalat jama'ah secara ringan. Setelah shalat selesai, 'Umar bertanya; "Wahai Ibnu 'Abbas,
lihatlah siapa yang telah membunuhku". Ibnu 'Abbas berkeliling sesaat lalu kembali dan
berkata; "Budaknya Al Mughirah". 'Umar bertanya; "O, si budak yang pandai membuat pisau
itu?. Ibnu 'Abbas menjawab; "Ya benar". 'Umar berkata; "Semoga Allah membunuhnya,
sungguh aku telah memerintahkan dia berbuat ma'ruf (kebaikan). Segala puji bagi Allah yang
tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang mengaku beragama Islam. Sungguh
dahulu kamu dan bapakmu suka bila orang kafir non arab banyak berkeliaran di Madinah.
'Abbas adalah orang yang paling banyak memiliki budak. Ibnu 'Abbas berkata; "Jika anda
menghendaki, aku akan kerjakan apapun. Maksudku, jika kamu menghendaki kami akan
membunuhnya". 'Umar berkata; "Kamu berbohong, (sebab mana boleh kalian
membunuhnya) padahal mereka telah telanjur bicara dengan bahasa kalian, shalat
menghadap qiblat kalian dan naik haji seperti haji kalian". Kemudian 'Umar dibawa ke
rumahnya dan kami ikut menyertainya. Saat itu orang-orang seakan-akan tidak pernah
terkena mushibah seperti hari itu sebelumnya. Diantara mereka ada yang berkata; "Dia tidak
apa-apa". Dan ada juga yang berkata; "Aku sangat mengkhawatirkan nasibnya". Kemudian
'Umar disuguhkan anggur lalu dia memakannya namun makanan itu keluar lewat perutnya.
Kemudian diberi susu lalu diapun meminumnya lagi namun susu itu keluar melalui lukanya.
Akhirnya orang-orang menyadari bahwa 'Umar segera akan meninggal dunia. Maka kami
pun masuk menjenguknya lalu diikuti oleh orang-orang yang datang dan memujinya. Tiba-
tiba datang seorang pemuda seraya berkata; "Berbahagialah anda, wahai Amirul Mu'minin
dengan kabar gembira dari Allah untuk anda karena telah hidup dengan mendampingi
(menjadi shahabat) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan yang terdahulu menerima
Islam berupa ilmu yang anda ketahui. Lalu anda diberi kepercayaan menjadi pemimpin dan
anda telah menjalankannya dengan adil lalu anda mati syahid". 'Umar berkata; "Aku sudah
merasa senang jika masa kekhilafahanku berakhir netral, aku tidak terkena dosa dan juga
tidak mendapat pahala." Ketika pemuda itu berla lu, tampak pakaiannya menyentuh tanah,
maka 'Umar berkata; "Bawa kembali pemuda itu kepadaku". 'Umar berkata kepadanya;
"Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu karena yang demikian itu lebih mengawetkan
pakaianmu dan lebih membuatmu taqwa kepada Rabbmu. Wahai 'Abdullah bin 'Umar,
lihatlah berapa jumlah hutang yang menjadi kewajibanku". Maka mereka menghitungnya
dan mendapatan hasilnya bahwa hutangnya sebesar delapan puluh enam ribu atau sekitar
itu. 'Umar berkata; "Jika harta keluarga 'Umar mencukupi bayarlah hutang itu dengan harta
mereka. Namun apabila tidak mencukupi maka mintalah kepada Bani 'Adiy bin Ka'ab. Dan
apabila harta mereka masih tidak mencukupi, maka mintalah kepada masyarakat Quraisy
dan jangan mengesampingkan mereka dengan meminta kepada selain mereka lalu lunasilah
hutangku dengan harta-harta itu. Temuilah 'Aisyah, Ummul Mu'minin radliallahu 'anha, dan
sampaikan salam dari 'Umar dan jangan kalian katakan dari Amirul Muminin karena hari ini
bagi kaum mu'minin aku bukan lagi sebagai pemimpin dan katakan bahwa 'Umar bin Al
Khaththab meminta izin untuk dikuburkan di samping kedua shahabatnya". Maka 'Abdullah
bin 'Umar memberi salam, meminta izin lalu masuk menemui 'Aisyah radliallahu 'anha.
Ternyata 'Abdullah bin 'Umar mendapatkan 'Aisyah radliallahu 'anha sedang menangis. Lalu
dia berkata; "'Umar bin Al Khathtab menyampaikan salam buat anda dan meminta ijin agar
boleh dikuburkan disamping kedua sahabatnya (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
Abu Bakr radliallahu 'anhu) ". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; "Sebenarnya aku juga
menginginkan hal itu untuk diriku namun hari ini aku tidak akan lebih mementingkan diriku".
Ketika 'Abdullah bin 'Umar kembali, dikatakan kepada 'Umar; "Ini dia, 'Abdullah bin 'Umar
sudah datang". Maka 'Umar berkata; "Angkatlah aku". Maka seorang laki-laki datang
menopangnya. 'Umar bertanya: "Berita apa yang kamu bawa?". Ibnu 'Umar menjawab;
"Berita yang anda sukai, wahai Amirul Mu'minin. 'Aisyah telah mengizinkan anda". 'Umar
berkata; "Alhamdu lillah. Tidak ada sesuatu yang paling penting bagiku selain hal itu. Jika aku
telah meninggal, bawalah jasadku kepadanya dan sampaikan salamku lalu katakan bahwa
'Umar bin Al Khaththab meminta izin. Jka dia mengizinkan maka masukkanlah aku
(kuburkan) namun bila dia menolak maka kembalikanlah jasadku ke kuburan Kaum
Muslimin. Kemudian Hafshah, Ummul Mu'minin datang dan beberapa wanita ikut
bersamanya. Tatkala kami melihatnya, kami segera berdiri. Hafshah kemudian mendekat
kepada 'Umar lalu dia menangis sejenak. Kemudian beberapa orang laki-laki meminta izin
masuk, maka Hafshah masuk ke kamar karena ada orang yang mau masuk. Maka kami dapat
mendengar tangisan Hafshah dari balik kamar. Orang-orang itu berkata; "Berilah wasiat,
wahai Amirul Mu'minin. Tentukanlah pengganti anda". 'Umar berkata; "Aku tidak
menemukan orang yang paling berhak atas urusan ini daripada mereka atau segolongam
mereka yang ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat beliau ridla kepada mereka.
Maka dia menyebut nama 'Ali, 'Utsman, Az Zubair, Thalhah, Sa'ad dan 'Abdur Rahman.
Selanjutnya dia berkata; "'Abdullah bin 'Umar akan menjadi saksi atas kalian. Namun dia
tidak punya peran dalam urusan ini, dan tugas itu hanya sebagai bentuk penghibur baginya.
Jika kepemimpinan jatuh ketangan Sa'ad, maka dialah pemimpin urusan ini. Namun apabila
bukan dia, maka mintalah bantuan dengannya. Dan siapa saja diantara kalian yang diserahi
urusan ini sebagai pemimpin maka aku tidak akan memecatnya karena alasan lemah atau
berkhiyanat". Selanjutnya 'Umar berkata; "Aku be rwasiat kepada khalifah sesudahku agar
memahami hak-hak kaum Muhajirin dan menjaga kehormatan mereka. Aku juga berwasiat
kepadanya agar selalu berbuat baik kepada Kaum Anshar yang telah menempati negeri
(Madinah) ini dan telah beriman sebelum kedatangan me reka (kaum Muhajirin) agar
menerima orang baik, dan memaafkan orang yang keliru dari kalangan mereka. Dan aku juga
berwasiat kepadanya agar berbuat baik kepada seluruh penduduk kota ini karena mereka
adalah para pembela Islam dan telah menyumbangkan harta (untuk Islam) dan telah
bersikap keras terhadap musuh. Dan janganlah mengambil dari mereka kecuali harta lebih
mereka dengan kerelaan mereka. Aku juga berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang
Arab Badui karena mereka adalah nenek moyang bangsa Arab dan perintis Islam, dan agar
diambil dari mereka bukan harta pilihan (utama) mereka (sebagai zakat) lalu dikembalikan
(disalurkan) untuk orang-orang fakir dari kalangan mereka. Dan aku juga berwasiat
kepadanya agar menunaikan perjanjian kepada ahlu Dzimmah (Warga non muslim yang
wajib terkena pajak), yaitu orang-orang yang dibawah perlindungan Allah dan Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wasallam (asalkan membayar pajak) dan mereka (ahlu dzimmah) yang
berniyat memerangi harus diperangi, mereka juga tidak boleh dibebani selain sebatas
kemampuan mereka". Ketika 'Umar sudah menghembuskan nafas, kami keluar
membawanya lalu kami berangkat dengan berjalan. 'Abdullah bin 'Umar mengucapkan
salam (kepada 'Aisyah radliallahu 'anha) lalu berkata; "'Umar bin Al Khaththab meminta
izin". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; "Masukkanlah". Maka jasad 'Umar dimasukkan ke
dalam liang lahad dan diletakkan berdampingan dengan kedua shahabatnya. Setelah selesai
menguburkan jenazah 'Umar, orang-orang (yang telah ditunjuk untuk mencari pengganti
khalifah) berkumpul. 'Abdur Rahman bin 'Auf berkata; "Jadikanlah urusan kalian ini kepada
tiga orang diantara kalian. Maka Az Zubair berkata; "Aku serahkan urusanku kepada 'Ali.
Sementara Thalhah berkata; "Aku serahkan urusanku kepada 'Utsman. Sedangkan Sa'ad
berkata; "Aku serahkan urusanku kepada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Kemudian 'Abdur Rahman
bin 'Auf berkata; "Siapa diantara kalian berdua yang mau melepaskan urusan ini maka kami
akan serahkan kepada yang satunya lagi, Allah dan Islam akan mengawasinya Sungguh
seseorang dapat melihat siapa yang terbaik diantara mereka menurut pandangannya sendiri.
Dua pembesar ('Utsman dan 'Ali) terdiam. Lalu 'Abdur Rahman berkata; "Apakah kalian
menyerahkan urusan ini kepadaku. Allah tentu mengawasiku dan aku tidak akan semena-
mena dalam memilih siapa yang terbaik diantara kalian". Keduanya berkata; "Baiklah". Maka
'Abdur Rahman memegang tangan salah seorang dari keduanya seraya berkata; "Engkau
adalah kerabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan dari kalangan pendahulu dalam
Islam (senior) sebagaimana yang kamu ketahui dan Allah akan mengawasimu. Seandainya
aku serahkan urusan ini kepadamu tentu kamu akan berbuat adil dan seandainya aku
serahkan urusan ini kepada 'Utsman tentu kamu akan mendengar dan menta'atinya".
Kemudian dia berbicara menyendiri dengan 'Utsman dan berkata sebagaimana yang
dikatakannya kepada 'Ali. Ketika dia mengambil perjanjian bai'at, 'Abdur Rahman berkata;
"Angkatlah tanganmu wahai 'Utsman". Maka Abdur Rahman membai'at 'Utsman lalu 'Ali ikut
membai'atnya kemudian para penduduk masuk untuk membai'at 'Utsman".(Shahih) |