1 |
4792 |
Telah menceritakan kepada kami Abu Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib
dari Az Zuhri ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ubaidullah bin Abdullah bin Abu
Tsaur dari Abdullah bin Abbas radliallahu 'anhuma, ia berkata; Aku selalu bersikeras untuk
menanyakan kepada Umar bin Al Khaththab tentang dua orang wanita dari isteri-isteri Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, yang Allah berfirman terhadap mereka berdua: "IN TATUUBAA
ILALLAHI FAQAD SHAGHAT QULUUBUKUMAA." Hingga suatu saat, ia menunaikan haji dan
aku pun ikut menunaikan haji bersamanya. Dalam perjalanan ia menyingkir hendak buang
hajat, lalu aku mengikutinya dengan membawakan kantong air. Ia pun buang air besar, dan
ia kembali aku pun menuangkan air pada kedua tangannya, lalu ia pun berwudlu. Saat itulah
aku bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua orang wanita dari isteri-isteri Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam yang Allah Ta'ala berfirman kepada keduanya, 'IN TATUUBAA
ILALLAHI FAQAD SHAGHAT QULUUBUKUMAA (Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah,
Maka Sesungguhnya hati kamu berdua Telah condong (untuk menerima kebaikan..).'" Umar
pun menjawab, "Sungguhnya mengherankan kamu ini wahai Ibnu Abbas. Kedua wanita itu
adalah Aisyah dan Hafshah." Kemudian Umar menceritakan haditsnya dengan lebih luas, ia
berkata; Dulu, aku mempunyai seorang tetangga dari kalangan Anshar di Bani Umayyah bin
Zaid yang mereka adalah para penduduk Manidah yang fakir. Kami saling bergantian untuk
menghadiri majelis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Aku hadir sehari dan ia pun hadir
sehari. Bila aku yang hadir, maka aku akan menyampaikan hal-hal yang disampaikan oleh
beliau berupa wahyu atau yang lainnya di hari itu. Dan jika gilirannya yang hadir, ia pun
melakukan hal yang sama. Kami adalah bangsa Quraisy yang posisinya selalu di atas kaum
wanita. Dan setelah kami bertemu dengan kaum Anshar, ternyata mereka adalah kaum yang
banya dipengaruhi oleh kaum wanitanya. Maka para isteri-isteri kami pun mulai meniru dan
mengambil adab dan kebiasaan wanita-wanita Anshar. Kemudian aku mengajak isteriku
berdiskusi, lalu ia pun mendebat argumentasiku. Aku mengingkari akan perlakuannya itu, ia
pun berkata, "Kenapa kamu tidak mengajakku berdiskusi? Demi Allah, sesungguhnya para
isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajak beliau berdiskusi. Bahkan pada hari ini
hingga malam nanti, salah seorang dari mereka mendiamkan beliau." Aku pun kaget akan hal
itu. Kukatakan padanya, "Sesungguhnya telah merugilah bagi siapa di antara mereka yang
melalukan hal itu." Setelah itu, aku bergegas memberesi pakaianku lalu menemui Hafshah.
Kukatakan padanya, "Wahai Hafshah, apakah salah seorang dari kalian telah menyebabkan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam marah di hari ini hingga malam?" Ia menjawab, "Ya." Aku
berkata, "Sesungguh, kamu telah merugi. Apakah engkau merasa sekiranya Allah menjadi
marah lantaran marahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu kamu akan binasa?
Janganlah kamu menuntut banyak kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan jangan pula
kamu membantahnya dalam sesuatu apa pun. Dan janganlah kamu mendiamkannya.
Pintalah padaku apa yang kamu mau. Janganlah kamu merasa cemburu terhadap madumu
yang lebih dicintai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam -maksudnya adalah Aisyah-." Umar
berkata; Sebelumnya, kami telah saling berbincang bahwa Ghassan tengah mempersiapkan
pasukan berkuda untuk memerangi kami. Pada hari gilirannya hadir, sahabatku yang Anshari
menghadiri majelis lalu kembali menemuiku setelah sahalat Isya'. Ia mengetuk pintu
rumahku dengan sangat keras seraya berkata, "Cepatlah buka!" maka aku pun segera keluar
menemuinya. Ia berata, "Sesungguhnya pada hari ini telah terjadi perkara yang besar." Aku
bertanya, "Peristiwa apa itu? Apakah Ghassan telah datang?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan
yang lebih besar dari itu. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan isteri-isterinya."
Ubaid bin Hunain berkata; Ia mendengar Ibnu Abbas, dari Umar, ia berkata; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam meninggalkan isteri-isterinya, maka aku pun berakata, "Sungguh, Hafshah
telah merugi." Aku telah menduga hal ini akan terjadi. Aku pun segera mengemasi
pakaianku, lalu shalat Fajar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Setelah itu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam memasuki tempat minumnya dan berdiam diri situ. Kemudian
aku masuk menemui Hafshah, ternyata ia sedang menangis. Aku berkata padanya, "Apa
yang menyebabkanmu menangis. Bukankah aku telah mengingatkanmu akan hal ini? Apakah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menceraikan kalian?" Ia menjawab, "Aku tidak tahu,
itu beliau sedang minggat di tempat minum." Maka aku pun segera keluar dan mendatangi
mimbar, ternyata di sekeliling itu ada beberapa orang yang sebagian dari mereka juga
sedang menangis, lalu aku pun duduk bersama mereka sebentar kemudian aku tak kuasa lagi
akan suasana itu. Maka aku datang ke tempat minum yang dipergunakan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam untuk berdiam. Aku pun berkata kepada budaknya yang hitam,
"Mintakanlah izin untuk Umar." Lalu sang budak pun masuk dan berbicara kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam kemudian kembali dan berkata, "Aku telah berbica dengan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan juga telah menyebutmu, namun beliau diam." Akhirnya aku
pun kembali dan duduk lagi bersama sekelompok orang yang tadi berada di sekitar mimbar.
Setelah itu, aku tak sabaran lagi, maka aku mendatangi sang budak itu lagi dan berkata
padanya, "Mintakanlah izin untuk Umar." Ia pun masuk lalu kembali seraya berkata, "Aku
telah menyebutmu, namun beliau tetap diam." Aku kembali lagi dan duduk bersama
beberapa orang yang ada di mimbar. Namun, aku tak sabaran lagi dan mendatangi sang
budak itu lalu berkata, "Mintakanlah ini untuk Umar." Ia pun masuk dan kembali seraya
berkata, "Sungguh, aku telah menyebut namamu, namun beliau tetap diam." Maka ketika
aku berpaling hendak pergi, tiba-tiba sang budak itu memanggilku seraya berkata,
"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengizinkanmu." Akhirnya aku pun
menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang berbaring di atas pasir
beralaskan tikar tanpa kasur. Pasir-pasir itu telah berbekas pada sisi badan beliau. beliau
berbantalkan kulit yang berisikan sabut. Aku mengucapkan salam atasnya dan berkata
sambil berdiri, "Wahai Rasulullah, apakah Anda telah menceraikan isteri-isteri Anda?" Maka
beliau pun mengangkat pandangannya ke arahku dan menjawab: "Tidak." Maka aku pun
berkata, "Allahu Akbar." Kukatakan lagi sambil berdiri, "Aku mendengar wahai Rasulullah,
sekiranya Anda melihatku. Kita adalah bangsa Quraisy yang selalu mengatur wanita. Namun,
ketika kita mendatangi Madinah, ternyata mereka adalah kaum yang didominasi oleh kaum
wanita." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum. Lalu aku berkata lagi,
"Wahai Rasulullah, sekiranya Anda mau melihatku. Aku telah menemui Hafshah dan berkata
padanya, 'Janganlah sekali-kali kamu merasa cemburu bilamana tetanggamu lebih dicintai
oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam -maksudnya adalah Aisyah-.'" Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum lagi. Maka ketika itu, aku pun duduk dan mengangkat
pandanganku ke arah rumahnya. Maka demi Allah, aku tidak melihat sedikit pun di rumah
beliau kecuali tiga kulit yang telah disamak. Aku berkata pada beliau, "Wahai Rasulullah,
berdo'alah kepada Allah untuk ummat Anda. Karena orang-orang Persi dan Romawi telah
diberi keleluasaan, dan mereka juga telah diberi dunia, padahal mereka tidak menyembah
Allah." Akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam duduk yang sebelumnya berbaring.
Kemudian beliau bersabda: "Beginikah sikapmu wahai Ibnul Khaththab? Sesungguhnya
mereka itu adalah suatu kaum yang kebaikan mereka disegerakan di dunia." Aku pun
berkata, "Mintakanlah ampun untukku." Jadi, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkan
isteri-isterinya karena perkara itu. Yakni, ketika Hafshah menyebarkannya pada Aisyah, yaitu
selama dua puluh sembilan hari. Saat itu, beliau bersabda: "Aku tidak akan masuk menemui
mereka selama satu bulan." Demikian itu, karena kerasnya rasa kesal beliau pada mereka,
yakni saat Allah menegur dirinya. Dan ketika telah berlalu dua puluh sembilan hari, beliau
menemui Aisyah dan beliau memulai darinya. Maka Aisyah pun berkata pada beliau, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Anda telah bersumpah untuk tidak menemui kami selama satu
bulan penuh. Sedangkan hari ini Anda baru memasuki hari yang kedua puluh sembilan,
sebagaimana yang aku hitung." Kemudian beliau pun bersabda; "Sesungguhnya hitungan
bulan itu adalah dua puluh sembilan hari." Dan memang jumlah hari pada bulan itu adalah
dua puluh sembilan malam. Aisyah berkata; Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat At
Takhyir (ayat yang berisi pilihan untuk tetap menjadi isteri nabi atau tidak). Beliau memulai
dariku, wanita yang pertama dari isteri-isterinya. Dan aku pun lebih memilih beliau. setelah
itu, beliau memberi pilihan kepada para isterinya semuanya, dan mereka pun menjawab
sebagaimana yang dikatakan Aisyah.(Shahih) |