Daftar Hadits riwayat Ibnu Majah


Kitab : SEMBELIHAN
Bab : Daging Keledai Liar
[Kembali]

No No Hadits Isi
1 3252 Dari Abu Ishak Asy-Syaibani, ia berkata, "Aku bertanya kepada Abdullah bin Abu Aufa tentang daging keledai jinak. Maka ia menjawab,' Ketika masa perang Khaibar, kami pernah kelaparan, dan kami bersama Nabi SAW. Lalu sekelompok orang mendapatkan buruan seekor keledai di luar kota Madinah, lalu kami menyembelihnya. Dan ketika kuali kami akan mendidih, tiba-tiba seorang penyeru utusan Nabi SAW datang menyeru, 'Matikan kuali, dan janganlah kalian makan sedikitpun dari daging keledai.' Maka kami pun mematikannya. Lalu aku bertanya kepada Abdullah bin Abu Aufa, 'Apakah beliau mengharamkannya?' Ia menjawab, 'Kami mendengar bahwa Rasulullah SAW mengharamkannya hanya karena hewan tersebut memakan kotoran'."(Shahih ) (Ar-Raudh An-Nadhir (372). Muttafaq 'Alaih. )
2 3253 Dari Miqdam bin Ma'dikarib Al Kindi, bahwa Rasulullah SAW mengharamkan beberapa hal, sampai beliau menyebutkan keledai yang dijinakkan (penurut).(Shahih ) (Ibid. )
3 3254 Dari Bar'a, bin 'Azib, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk membuang daging keledai jinak yang mentah maupun matang. Kemudian setelah itu beliau tidak pernah lagi memerintahkan kami."(Shahih ) (Muttafaq 'Alaih. )
4 3255 Dari Salamah bin Akwa', ia berkata, "Kami berperang bersama Rasulullah SAW pada perang Khaibar. Dan ketika sore menjelang, orang-orang pun telah menyalakan api, maka Nabi SAW bersabda, 'Apa yang ingin kalian masak?' Mereka menjawab, 'Daging keledai yang telah dijinakkan (penurut).' Maka beliau bersabda, 'Buanglah apa yang ada di dalamnya dan hancurkan (wadahnya).' Seseorang dari orang-orang itu berkata, 'Apakah boleh kami buang apa yang ada di dalamnya lantas mencuci (wadahnya)?' Nabi SAW menjawab, "Itu juga boleh."(Shahih ) (Muttafaq 'Alaih. )
5 3256 Dari Anas bin Malik RA, bahwa seorang penyeru utusan Nabi SAW berseru, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian terhadap daging keledai jinak, karena ia adalah kotoran."(Shahih ) (Al Irwa" (2483), Ar-Raudh An-Nadhir (372). )